|
Post by dsofandi on Jan 5, 2009 2:54:15 GMT -5
Lama gak mampir ke Museum Satman... padahal deket banget dr kantor. Kesan pertama : TAK TERAWAT Acara meeting bulanan FORMILers JABODETABEK, dilanjut foto2. Enjoy bro... By dsofandiRudal Hanud Ibukota SA-2 Guideline By dsofandiHuey
|
|
|
Post by dsofandi on Jan 5, 2009 3:02:12 GMT -5
By dsofandiTank Stuart, pengalamannya hampir disetiap daerah di Indonesia By dsofandiLebih mirip mobil yg dipakein senjata mesin dr pada tank
|
|
|
Post by dsofandi on Jan 5, 2009 3:08:03 GMT -5
|
|
|
Post by dsofandi on Jan 5, 2009 3:37:18 GMT -5
Ceritain dikit yah................
Mig 21 fishbed, Pencegat Legendaris Yang Ditakuti.
Keberadaan burung besi ini masuk dalam daftar peralatan perang yang disiapkan dalam rangka kampanye Trikora. Pasalnya Belanda yang masih ngotot bercokol di Papua Barat merasa diatas angin dalam hal persiapan perang terbuka. Hawker Hunter F-6, jet tempur buatan Inggris tahun 1954 yang dimilikinya belum mampu ditandingi oleh AURI kala itu. Walaupun AURI kebanjiran peralatan perang yang tergolong canggih, tapi untuk masalah jet pencegat pesawat lawan masih belum ada. Mig-17 Fresco belum menjadi tandingan Hawker Hunternya Military Luvchvaat yang mampu melesat 1.117 km/jam, daya capai ketinggian 14.325 meter dengan jangkauan 690 kilometer.
Sukarno, Presiden pertama RI rupanya tidak main-main dengan ucapannya. Segala aspek militer baik kekuatan offensive maupun defensive dibangun habis-habisan. Sebagai tindakan pertahanan apabila Belanda menempuh jalan perang dipilihlah jet tempur Mig-21 type F sebagai pesawat pencegat/interceptor. Tak perlu berlama-lama, pemerintah segera meneken kontrak pembelian 20 pesawat Mig-21 F ditambah dengan 10 Mig-19. Kemudian persiapan kilat segera dilakukan dengan membentuk dua tim kecil untuk belajar menerbangkannya. Tim pertama terdiri dari empat penerbang berangkat ke Uni Soviet untuk sekedar bisa terbang tepatnya di Pangkalan Udara Lugowaya di dekat perbatasan India. Sedangkan tim kedua belajar di dalam negeri tetapi tetap dalam bimbingan instruktur terbang dari Rusia.
Pengusaan terbang cepat dilakukan oleh penerbang-penerbang muda tersebut dikarenakan mereka telah berpengalaman dengan pesawat jet yaitu DH-115 Vampire, Mig-15 dan Mig-17 yang telah ada sebelumnya. Walaupun demikian penerbang muda tersebut sempat dibuat kaget dan kagum oleh performa dan kemampuan jet bersayap delta hasil rancangan spektakuler biro desain Mikoyan Gurevich ini.
Mig-21 F termasuk jet pemburu paling mutakhir di jamannya. Mampu mengejar laju dari pesawat pembom strategis Amerika B-52 Stratofortress yang terbang mendekati 1 mach. Pesawat kebanggaan Skadron 14 ini memiliki daya dorong 5.950 kilogram dari sebuah mesin turbojet Tumansky R-11-F2-300 yang mampu membuatnya terbang menanjak sampai ketinggian 20.000 meter, jarak tempuh 1800 km dan pada posisi mendatar bisa mencapai 2 kali kecepatan suara (> 2 mach). Masih belum cukup, Mig-21 juga dilengkapi dengan senjata kanon 30 mm dan dua rudal K-13A atau NATO menamainya AA-2 Atol. Jelas suatu mesin pemburu paling menakutkan bagi pilot-pilot Belanda di dalam kokpit Hawker Hunter yang jelas bukan tandingannya.
Selain digunakan dalam kancah Trikora, tercatat pernah berpartisipasi dalam perang Dwikora, dimana Mig-21 melaksanakan tugas pengawalan terhadap pembom raksasa TU-16 Badger yang terbang melintas di perbatasan Serawak. Pernah berpapasan dengan Hawker Hunter dan HS Buccaneer-nya Inggris tapi kedua belah pihak tidak pernah mendahului melakukan tindakan provokasi.
Ada kejadian lucu yang dikisahkan oleh Marsda Ibnoe Soebroto yang mantan Komandan Kosek Hanudnas I. Bung Karno menerapkan prosedur protokoler penyambutan tamu negara yag datang dengan menggunakan pesawat terbang wajib untuk dikawal dengan pesawat tempur. Ibnoe mendapat tugas memantau sekaligus memerintahkan dua pesawat pemburu untuk melaksanakan escort atau pengawalan. “Seperti biasa, setelah pesawat tamu masuk dalam jangkauan radar kita, dua Mig terbang untuk intersepsi” kilahnya. Setelah visual pilot sesuai prosedur escort akan mengambil jarak tertentu guna memberi ruang gerak pesawat tamu demi menghindari tabrakan. Tapi rupanya si pilot ini terus nempel mepet … pet kayak terbang formasi. Kontan penerbang pesawat tamu marah sampai kelihatan tangannya bergerak ngusir. “Hus !!… hus!!….pergi sana !!!!” begitu kira-kira dia bilang. Sampai di bawah pilot asing ini sibuk komplain pada petugas tower perihal pilot Mig yang nekat nempel terus kayak perangko. He.. he.. he..baru tahu dia.
Mig-21 F memperkuat AURI hanya sampai dengan tahun 1967. Pengabdian yang singkat ini sempat memberi arti dalam perjuangan bangsa Indonesia di kancah Trikora. Alhasil dari pesawat U-2 yang sengaja terbang di atas sarang Mig-21 dan pembom Tu-16 Badger di atas Lanud Iswahjudi akhirnya Belanda memilih jalan perundingan dalam menyelesaikan masalah Papua Barat. Selanjutnya pesawat hebat ini di-grounded setelah sebelumnya melakukan farewell flight terbang sebulan penuh di Lanud Kemayoran. Nasibnya setelah itu tidak ada yang tahu.
|
|
|
Post by flogger on Jan 5, 2009 4:40:36 GMT -5
lagi....lagi....lagi......heheheh...
|
|
|
Post by raghriz on Jan 5, 2009 5:23:52 GMT -5
Bro @dsofandi mo nambahin dikit soal kmana mig-21 fishbed kita, dari buku "Red Eagles, America's" Secret MiGs oleh Steve Davies. Pada tahun 1970'an Indonesia mempesiunkan 30 Mig-17, 10 Mig-19 dan 20 Mig-21 dikarenakan Rusia menarik insinyur dan maintenance support untuk MIG yang disebabkan hubungan Indonesia dan Rusia yang memburuk setelah peristiwa G 30 S. Pemerintah Amerika Serikat kemudian membawa MIG tersebut ke Groom Lake, sebagai bagian dari perjanjian pembelian T-33, UH-34D, F5E/F dan OV-10. Mig yang dibawa ke amerika serikat tersebut dari 10 MIg 21F-13 bernomor ekor 2151,2152,2153,2155,2156,2157,2159,2162,2166,2170; 1 Mig 21U nomor ekor 2172 dan 2 Mig 17F dengan nomor ekor 1184 dan 1187 Ni linknya books.google.com/books?id=6yJ8gfVAm2YC&pg=PT1&dq=Red+Eagles+,+%3E+America%27s+Secret+MiGs+oleh+Steve+Davies#PPA48,M1 Merasa ada yg ketipu ga... Coz kayaknya klo ga salah T33 yang kita beli ga pake senjata d...
|
|
|
Post by sheva06 on Jan 5, 2009 5:26:26 GMT -5
photonya? caranya uplot gimane yach? saya kok nggak bisa nih ....
|
|
|
Post by suhubukanguru on Jan 5, 2009 5:55:52 GMT -5
photonya? caranya uplot gimane yach? saya kok nggak bisa nih .... Oalah...admin gak iso uplot poto. Gimana member. Kalo yang gw denger dari pensiunan TNI AU, Tu-16 juga diangkutin ke Amrik untuk diselidiki. Sisanya discrap. MiG-21 ada satu di ITB untuk jadi lab uji kendali Teknik Penerbangan. Kokpitnya bener-bener sempit. Kokpit F-16 mah masih mewah.
|
|
|
Post by venomjeka on Jan 5, 2009 7:05:58 GMT -5
Mig 21 memang penguasa di jamannya, setelah itu baru F-16 dan F-15 muncul sebagai tandingan bahkan lebih canggih oleh US
|
|
|
Post by claudio zetta on Jan 5, 2009 8:39:22 GMT -5
jadi MiG 21 yang pernah dibeli Indonesia 20 bukannya 24 ...
|
|
|
Post by dsofandi on Jan 5, 2009 22:06:13 GMT -5
Oalah...admin gak iso uplot poto. Gimana member. ;D ;D ;D ;D
|
|
|
Post by sheva06 on Jan 5, 2009 22:53:41 GMT -5
jadi admin karena ditodong kumendan. ya namanya wakil kumendan, ya manut mawon. lagi belajar nih bro. Secara uplod, di forum lain bisa, kenapa disini gak bisa yah? apanya yang salah? makanya lagi bolak-balik kamus uplod nih ..... mohon doa restunya yach .... Selain dari Imageshack, dari mana lagi yach? dari kapanlagidotkom bisa gak yach? Pencerahan plisssss ....
|
|
|
Post by dsofandi on Jan 6, 2009 3:35:52 GMT -5
Rudal Pertahanan Udara TNI (Tempo Doeloe)Perjalanan sejarah pertahanan udara di Indonesia tidak bisa terlepas dari keberadaan peluru kendali V-75 buatan Rusia ini. Rudal jenis SAM-75 atau di negara pembuatnya Uni Soviet diberi kode V-75 “Dvina” (NATO diberi kode SA-2 “Guideline”) petama kali dibuat pada tahun 1953 oleh pabrik Lavochkin OKB sebagai pengganti R-113 (kode NATO SA-1 ‘Guild’) yang dirasa kurang mampu dalam melumpuhkan target yang ada. Rudal darat ke udara ini dirancang untuk menghancurkan target pada ketinggian menengah dan tinggi dengan sasaran non- manoeuvering target seperti pesawat pembom dan mata-mata. Pada saat perang dingin angkatan bersenjata Uni Soviet sangat geram dengan kehadiran pesawat mata-mata Amerika U-2 yang acapkali terbang melintasi wilayahnya tanpa dapat melakukan perlawanan. Resmi digunakan pada tahun 1957 oleh resimen PVO-Strany yang ditempatkan pada suatu daerah dekat kota Sverdiovsk. Ketika ancaman perang dengan Belanda kembali muncul, Bung Karno langsung menggelar crash program: modernisasikan militer! Untuk tugas itu, Kolonel AH Nasution dipercaya mengelus-elus Uni Soviet dan konco-konconya agar bersedia melepas persenjataannya kepada Indonesia. Selanjutnya militer Indonesia menjelma menjadi kekuatan paling utama di Asia Tenggara dan Pasifik. Konon AURI paling diuntungkan dari pembelian ini. Seperti membalik telapak tangan, AURI yang sebelumnya mengoperasikan pesawat-pesawat peninggalan Belanda semasa Perang Pasifik, kelimpahan alutsista baru dari negara-negara Blok Timur. Satu dari ratusan sistem persenjataan yang dipasok adalah peluru kendali (rudal) darat ke udara V-75 yang oleh kalangan militer Amerika Serikat (AS) diberi kode SA-2 dan NATO menyebutnya Guideline sementara kalangan TNI AU mengenalnya dengan SA-75. Sementara dalam terminologi Barat rudal jenis darat ke udara biasa disingkat SAM (surface to air missile) Ada sebuah cerita menarik tentang keberadaan rudal SA-75 dengan seseorang yang bernama Subagiyo Surodiwiryo, berikut ini kisah perjalanan beliau dalam mengemban misi mendatangkan rudal SA-75 yang sangat fenomenal dalam sejarah TNI Angkatan Udara. Agak sulit bagi Marsda (Pur) Subagyo Surodiwiryo mengingat peristiwa yang telah berlalu 40 tahun silam itu, hanya saja bagi Subagyo yang saat itu menjabat koordinator di Skadron Pendidikan Peluncur Rudal dan Tehnik Wing 100 Lanud Kalijati dan sempat menjabat asisten logistik KSAU, hadirnya SA-2 sudah cukup membuat negara tetangga dan negara Blok Barat merinding. "Sayang ketangguhannya urung teruji karena Trikora berakhir di meja runding," jelas Subagyo sambil menambahkan bahwa persenjataan dari Uni Soviet itu dibeli justru untuk berjaga-jaga andaikata Belanda dibantu para Sekutunya. Bagi Subagyo, keterlibatannya dalam urusan senjata pemusnah serangan udara ini sebenarnya kurang relevan dengan latar belakang korpsnya di AURI yang aeronautik. Tapi jalur pendidikan weapon system yang dialaminya sejak tahun 1958, suka atau tidak suka telah menarik Subagyo kepada tetek-bengek perudalan. Rencana pembelian rudal darat ke udara sebagai realisasi kunjungan Nasution, membuat Subagyo harus berangkat ke Uni Soviet bersama tim AURI untuk meneruskan perjanjian yang telah disepakati kedua negara. Tim yang dipimpin Kolonel Sudarjo itu berangkat ke Uni Soviet pada 1960. Khusus merealisasikan pembelian SA-2 dimana Subagyo terlibat, tim kecil ini dipimpin Mayor Imam Sukotjo. Sesuai dengan ``petunjuk`` dari Jakarta bahwa pembelian merupakan crash program, tim AURI ini juga tidak berlama-lama di negara tirai besi (saat itu). Dalam kunjungan sekitar sebulan itu dibicarakan segala sesuatu mulai dari jumlah yang akan dibeli, bagaimana pengirimannya, bagaimana dan dimana pendidikannya hingga garansi lainnya yang mesti tertera di dalam kontrak. Sayang sekali, Subagyo lupa berapa jumlah yang berhasil dibeli. Persiapan mulai terlihat di sana-sini. Mulai dari hanggar, shelter, perkantoran, hingga asrama pun dibangun. Daftar nama personil mulai dari bintara hingga perwira yang akan dikirim ke Uni Soviet untuk mempelajari pengoperasian SA-2 juga sudah dikantongi. Satu di antara rombongan itu dinamai ``Naya 2``. Seratus orang diberangkatkan pada tahun 1962, mereka direkrut dari bintara-bintara yang memang bertugas di satuan-satuan radar TNI AU, sedangkan pendidikan radarnya dilaksanakan di Polandia, berikut penuturan saudara Budhi yang terlibat dalam proyek pembelian rudal tersebut , "Kami tidak dikirim ke Rusia, tapi ke Polandia. Di sini pendidikan khusus bagi calon operator radar di skadron rudal," aku Budhi Katamsi, mayor purnawirawan yang menutup karirnya sebagai staf Dinas Penerangan TNI AU. Diakui Budhi yang ditempatkan di Skadron Peluncur 101 Cilodong, tidak semata mempelajari bagaimana mengoperasikan radar satu situs rudal SA-2 mengoperasikan radar IFF (identified friend or foe) dan radar penuntun malah yang membuat mereka harus ``mendekam`` selama, persisnya, 18 bulan di Polandia, justru bagaimana mengutak-atik jeroan radar itu sendiri. "Jadi kami diajarkan mulai dari menyolder (soldering, mematri) sampai menggulung trafo, sementara pelajaran radarnya sendiri sebentar dan itu pun tidak terlalu sulit," beber Budhi. Sistem pendidikan sapujagat seperti ini jelas diarahkan dengan harapan pasukan mampu beroperasi secara mandiri. Sekali dayung dua pulau terlewati. Saat bersamaan di Jakarta juga mulai dilakukan perekrutan personil baru, terutama untuk memenuhi kebutuhan perwira. Selain memanfaatkan perwira yang sudah ada, puluhan mahasiswa maupun jebolan ITB Bandung digiring bergabung dengan AURI dalam kondisi tertentu negara berhak memaksa warganegaranya bergabung dengan militer demi tujuan bela negara, mereka inilah yang dididik pada tahap awal di Kalijati. Secara administratif persiapan AURI cukup hebat tentu tidak terlepas dari lampu hijau yang diberikan Bung Karno. Presiden pertama menyebut pengadaan SA-2 ini sebagai ``Proyek A``. Menurut Budhi, sebagai contoh, dua rudal lengkap dengan peluncur telah datang dan terpasang pada 1962. "Namun belum ada yang mengoperasikan," jelasnya. ......
|
|
|
Post by dsofandi on Jan 6, 2009 3:56:31 GMT -5
..... Sebagai rudal darat ke udara (surface to air), kedatangan SA-2 tentu akan mewujudkan sebuah sistem pertahanan udara yang boleh dibilang canggih kala itu. Puluhan pesawat tempur telah berdatangan (MiG 15, 17, 19, 21), pula artileri-artileri pertahanan udara telah dimiliki AURI. Alhasil sebagai sistem pertahanan udara lapis kedua (areal defence) setelah pesawat tempur dan sebelum pertahanan titik (hanud pasif, point defence), kehadiran SAM yang baru diproduksi 1956 dan ditempatkan dalam skala besar di beberapa titik di Uni Soviet pada 1958, tak pelak lagi akan menjadi pergunjingan yang tak kalah hebatnya dibanding Tu-16 dan MiG-21 yang telah hadir lebih dulu. Mengingat hingga 1960, selain sudah terpasang mempertahankan fasilitas-fasilitas vital di bagian barat Uni Soviet, Pakta Warsawa sendiri baru menggelarnya pada 1960. Indonesia betul-betul seperti kekasih bagi Uni Soviet, jauh dikangeni dekat dimanja. Buktinya persenjataan itu. Kembali ke sistem pertahanan udara, melalui Surat Keputusan Menteri/Pangau No 39 tahun 1963 tertanggal 15 Agustus, dibentuklah Komando Pertahanan Udara (Kohanud). Sebagai sebuah sistem pertahanan, Kohanud ditongkrongi kesatuan-kesatuan yang ditampung dalam tiga wing pertahanan udara (Hanud). Wing Hanud 100 (peluru kendali), Wing Hanud 200 (radar), dan Wing Hanud 300 (buru sergap). Dalam perkembangan selanjutnya, menurut buku "50 Tahun Emas Pengabdian TNI Angkatan Udara" (1997), Wing Hanud 200 dibagi menjadi Wing Hanud 200 dan Wing Hanud 400 karena bertambahnya jumlah radar. Setiap wing membawahi beberapa skadron. Wing Hanud 100 mengawaki tiga skadron peluncur (Satpel) dan satu skadron tehnik rudal (Skadron 101, 102, 103 dan Skadron 104 Tehnik). Skadron 101 di Cilodong, 102 di Cilincing, 103 di Tangerang, dan 104 di Pondok Gede. "Rencananya juga akan ditempatkan di Bekasi dan Surabaya, namun perangnya (Trikora) urung. Surabaya pertimbangannya karena di sana pusat angkatan laut," urai Subagyo. Kalau tiga skadron pertama merupakan skadron operasional, maka Skadron 104 merupakan skadron penyiap (Satpen) yang bertanggungjawab menyiapkan rudal-rudal yang akan ditempatkan di ketiga skadron operasional. Sementara dua wing lainnya, Wing 200 membawahi tujuh skadron radar (210 sampai 270), Wing 300 tiga skadron buru sergap (11, 12, 13) dan Wing 400 membawahi tujuh skadron radar lainnya (410 sampai 470). Pada tanggal 1 Mei 1960 rudal ini membuktikan keampuhannya pada saat menembak jatuh pesawat mata-mata Amerika U-2 ‘Dragon Lady” pada ketinggian 50.000 feet dan berhasil menangkap pilotnya Francis “Gary” Powers. Selain itu peristiwa lain yang mencatat keberhasilan rudal ini dari berbagai variannya adalah insiden U-2 Taiwanese ditembak jatuh oleh tentara RRC di atas Narching, Oktober 1962 U-2 Amerika hilang ditembak oleh tentara Cuba di atas pangkalan angkatan laut Banes yang kemudian memicu krisis missile Cuba. Berikutnya adalah di ajang Vietnam dengan korban pesawat tempur F-4C Phantom pada bulan Juli di tahun yang sama. Selama kampanye Trikora, SA-2 disiapkan membentengi Jakarta. Tidak banyak cerita seputar masa genting itu, mengingat pada 1962 Belanda dan Indonesia sepakat menyelesaikan pertikaian di meja runding. Namun satu peristiwa pantas disimak yang kalau saja terjadi akan memberikan sejarah lain kepada bangsa ini. Siang itu, seperti biasa, anggota Skadron Peluncur 102 bersiaga seperti hari-hari sebelumnya. Hingga keluar perintah yang menegangkan, sebuah pesawat intai strategis U-2 Dragon Lady melintas di Teluk Jakarta. Kejadian itu segera dilaporkan ke Panglima Kohanud. Oleh panglima diteruskan kepada presiden lewat jalur ``telepon merah`` untuk menunggu perintah selanjutnya. Sementara operator radar sudah mengunci posisi U-2. Kalaulah Bung Karno ada di tempat ketika telepon berdering dari Panglima Kohanud, tidak seorang pun bisa membayangkan. Pilihannya memang bisa tembak atau tidak, tapi apapun itu tetap akan lain ceritanya. end
|
|
|
Post by flogger on Jan 6, 2009 7:15:48 GMT -5
ahh..indahnya masa itu ingin tuk terulang kembali tapi dengan S-300PMU2
|
|